- PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Menurut
Komite Cadbury, good corporate governance adalah prinsip yang
meengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberiikan pertanggungjawaban
kepada para shareholder khususnya dan stakeholder pada umumnya. Pengertian good
coporate governance di Indonesia secara harfiah diterjemahkan sebagai
‘pengaturan’, adapun dalam konteks GCG sering juga disebut ‘tata pamong’
penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal
ditelinga karena istilah ini berasal dari bahasa melayu, namun tampaknya secara
umum dikalangan pebisnis istilah GCG diartika sebagai tata kelola perusahaan,
meskipun masih rancu dalam terminology manajemen . masih diperlukan kajian
untuk mencari istilah yang teoat dalam bahasa indonesia yang benar.
Kemudian,
GCG ini didefinisika sebagai suatu pola hubungan, system dan proses yang
digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS)guna memberikan nilai tambah
kepada pemegang saham secara bberkesinambungan dalam jangka panjang, dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan
norma yang berlaku.
Dari
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
- Suatu struktur yang mengatur pola hubunga harmonis antara peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan ppara stakeholder lainnya
- Suatu system pengecekan , perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluan:pengelolaan salah dan penyalahgunaan asset perusahaan.
- Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapain, berikut pengukutan kerjanya.
2. KESINAMBUNGAN atau
HUBUNGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN MANAJEMEN PERUSAHAAN
Hubungan good corporate governance
(GCG) didalam perusahaan yang dikelola adalah agar dapat menghasilkan kinerja
yang baik antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi dalam
membuat keputusan dan menjalakannya sesuai dengan nilai moral yang yang telah
ditetapkan demi tercapainya tujuan dari perusahaan tersebut. seperti contoh
perusahaan Antam: “semua pihak juga berupaya untuk memperkuat hubungan kerja
satu sama lain. Singkatnya Antam menyadari bahwa pentingngnya hubungan kerja
yang harmonis serta kerjasama diantara organ-organ tata kelola, manajemen dan
staff untuk mempertahankan dan meningkatkan praktik GCG di antam secara
berkelanjutan”.
3. AGENCY THEORY
Teori agensi berawal dengan adanya
penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai pihak organisasi
sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut. Teori
ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu penghubung
(nexus) kontrak (Jensen dan Macklin).Teori keagenan merupakan basis teori yang
mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut
berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori
organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara
pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang
(agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur
akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan
salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan
modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek
perilaku manusia dalam model ekonomi.
Teori agensi mendasarkan hubungan
kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena
adanya kepentingan yang saling bertentangan.
4.
ETIKA BISNIS DAN KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
A. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)”
merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode
etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya
perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi peraturan yang
ada. Pelanggaran atas Kode Etik dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
B. Nilai Etika Perusahaan
Beberapa nilai-nilai etika
perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung
jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif
seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik
tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
- Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh
karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang
untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Adanya
kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang
saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain
itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang
sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun
pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
2. Benturan
Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan
kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan
kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki,
secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil
suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif,
bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa
kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan
suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail
kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang
termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest)
tertentu, sebagai berikut :
- Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
- Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
- Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
- Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
- Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
- Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
- Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
- Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan
sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan,
misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan
Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk
kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau
menyalahgunakan aset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi,
secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang
sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas
Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance
audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor,
sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan
terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya
diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of
Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan
sebagai penerapan GCG.
Konsep Good Corporate Governance
(GCG) adalah konsep yang sudah saatnya diimplementasikan dalam
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang
menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan
komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas,
kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern
dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan
stakeholders
5. JELASKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM KONTEKS BISNIS MASA DEPAN. BESERTA CONTOHNYA !
Penerapan GCG bukanlah sebuah syarat
lagi melainkan sudah merupakan kebutuhan pokok untuk dilaksanakan. Dari hasil
penelitian menyebutkan bahwa jika perusahaan multinasional lebih
sungguh-sungguh menerapkan GCG dibandingkan perusahaan domestic. Bisnis tidak
lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti dulu. Yaitu pemilik memiliki
kekuasaan tertinggi karena hal tersebut dapat menimbulkan sikap arogansi yang
berpengaruh pada pengambilan keputusan perusahaan dimana lebih mengedepankan
profit.
Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika
Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG)
oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No.
177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober
2011.
SE tersebut berisikan himbauan
menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice
broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis :
Layanan SMS premium ini tentunya
sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian
yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis
oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan
sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh
pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang
membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh
penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut
BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa
tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam
pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa.
Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak
dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang
dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE
tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait
dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal
8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk
pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan
profesionalitas dimana BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan
proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan
Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan
dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang
Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke
banyak tujuan. Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat
proses evaluasi
“Mastel berpendapat bahwa
seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi
melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan
Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium
diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama
dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
6. JELASKAN MASALAH YANG TIMBUL DALAM PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE. BAGAIMANA PENYELESAIANNYA !
Permasalahan yang dihadapi
dalam penerapan GCG yaitu sebagai berikut :
-
pemahaman tentang konsep GCG pada beberapa manajer masih kurang sering.
-
sebagian pihak menganggap konsep GCG sebagai penghambat keputusan perusahaan
-
aparat penegak hukum harus dibekali konsep GCG secara luas
banyak para ahli
yang berpendapat bahwa kelemahan didalam corporate
governancemerupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang
menyebabkan memburuknya perekonomian negara- negara tersebut pada
tahun 1997 dan 1998. Bahkan di Inggris pada akhir dasawarsa 1980an
masalah corporate governance menjadi perhatian publik sebagai
akibatpublisitas masalah-masalah korporat seperti masalah creative
accounting, kebangkrutan perusahaan dalam skala yang sangat besar, penyalahgunaan
dana stakeholders oleh para manajer, terbatasnya peran auditor, tidak
jelasnya kaitan antara kompensasi ekskutif dengan kinerja perusahaan,
merger dan akuisisi yang merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar